(0541)736852    (0541)748382    [email protected]

Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan Perlu Libatkan Lintas Instansi

20 April 2013 Admin Website Berita Kedinasan 5569
Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan Perlu Libatkan Lintas Instansi

SAMARINDA. Dalam pelaksanaan pembangunan perkebunan di Kaltim dihadapkan pada masalah-masalah atau gangguan usaha. Karenanya, penanganan atas kasus ini hendaknya melibatkan seluruh sektor atau lintas instansi terkait.

Penanggulangan konflik atau ganguan usaha perkebunan harus dilakukan secara menyeluruh (konfrehensif) dan terkoordinasi bersama instansi yang memiliki kewenangan sesuai bidang kerja.

Antara lain Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Departemen Dalam Negeri berkaitan dengan sengketa batas desa/wilayah, tata ruang dan masyarakat adat. Departemen Kehutanan untuk status pelepasan kawasan hutan dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas tumpang tindih lahan perkebunan dengan kegiatan pertambangan dan Departemen Pertanian terkait teknis lahan budidaya maupun komoditi.

Sementara itu gangguan usaha itu diantaranya oleh masyarakat sekitar  berupa okupasi (penyerobotan) lahan maupun tumpang tindih lahan dengan kegiatan usaha lain,  seperti pertambangan maupun pertanian termasuk kawasan transmigrasi.

Menurut Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Etnawati didampingi Kepala Bidang Perlindungan H Yus Alwi Rahman, adanya kasus konflik  atau gangguan usaha perkebunan yang berkepanjangan dapat menghambat pengembangan program daerah ini.

"Bahkan permasalahan yang muncul tersebut  dapat menyurutkan niat investor untuk menanamkan modalnya pada usaha perkebunan karena tidak ada kepastian hukum atas suatu lahan," ujar Etnawati.

Saat ini diindikasikan  pemicu konflik atau gangguan usaha perkebunan itu antara lain tuntutan masyarakat untuk pengembalian lahan (lahan adat), adanya lahan masyarakat yang digarap perusahaan tanpa prosedur yang benar.

Ganti rugi yang tidak wajar olah perusahaan atas lahan milik rakyat dan adanya proses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) yang baru. Termasuk kurang tertibnya administrasi pertanahan di tingkat desa/kelurahan/kecamatan.

"Apalagi, nilai tanah selalu meningkat dengan cepat yang disebabkan meningkatnya permintaan untuk kebutuhan pemukiman karena pertumbuhan penduduk maupun keperluan pembangunan," ungkap Etnawati.(yans/hmsprov).

SUMBER : BIDANG PERLINDUNGAN

Artikel Terkait